slider

Navigation

Sistem Pertanian Subsisten Ala Organik Kunci Pangan Dunia

Sistem Pertanian Subsisten Ala Organik Kunci Pangan Dunia
Ingatkah anda, dimana masa revolusi hijau dimulai di Indonesia beriringan dengan kebijakan mantan Presiden Republik Indonesia, Bapak Alm Soeharto yang menggemakan program BIMAS (Bimbingan Masyarakat) hasil riset lapangan di IPB Karawang, dimana program ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil produksi pertanian di Indonesia, selain mengingat Indonesia adalah negara Agraria.




Gerakan revolusi hijau ini dimulai di Indonesia sekitar pada tahun 1970, dimana di dalam program BIMAS disisipkan 3 kegiatan pokok; pertama yang disebut Panca Usaha Tani yang merupakan kebijakan penggunaan teknologi; kedua, kebijakan harga sarana dan hasil produksi, dan yang terakhir adalah dukungan kredit dan infrastruktur. Salah satu tindakan yang paling menonjol dari 3 kegiatan pokok tersebut adalah penggunaan teknologi, seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan penggunaan varietas unggul.   

Sedangkan di Amerika Serikat, menurut Salikin (2003) didalam bukunya Sistem Pertanian Berkelanjutan menyatakan penggunaan bahan-bahan kimia dan rekayasa teknologi dibidang pertanian mulai memuncak pada tahun 1970-an. Pada saat itu, pasca Perang Dunia II, negara-negara di seluruh dunia mulai bertindak untuk menghasilkan produksi pertanian lebih meningkat melalui penggunaan rekayasa genetik, kultur jaringan, dan teknologi canggih lainnya.

Gambaran sejarah singkat revolusi hijau di Indonesia diatas dan di Amerika Serikat menggambarkan bahwa pertanian konvensional baru dimulai, dan masalah diatas berkorelasi dengan berita perkembangan dunia pertanian yang disampaikan oleh VOA Indonesia pada tanggal 2 Juli 2012, yang mengangkat judul "Kombinasi Pertanian Organik dan Konvensional Bisa Beri Makan Dunia". 

Informasi sekilas yang disampaikan tersebut mendeskripsikan bahwa semangat perubahan lahan konvensional menjadi lahan pertanian organik masih menjadi masalah dan pertanyaan besar bagi negara maju seperti Amerika Serikat selaku negara Adidaya. Ternyata, Amerika Serikat sendiri yang memiliki teknologi lebih maju masih belum memiliki rasa percaya diri yang tinggi bahwa pertanian organik mampu memberikan pangan yang cukup bagi milyaran penduduk dunia.

Sistem Pertanian Bill Mason (Berita VOA Indonesia) menurut Peraturan Pemerintah Indonesia 

Bill Mason seorang petani asal Maryland, yang mengolah lahannya seluas 2 per 3dari 340 Ha dengan tanaman organik jagung dan kedelai masih mengaplikasikan sisa lahannya dengan sistem konvensional. Hal ini berarti bahwa, lahan yang digunakan Bill Mason dalam berusaha bertani organik, dimungkinkan belum merupakan jagung dan kedelai organik, karena belum 100 % lahan yang dimiliknya diolah secara organik.


Karena, salah satu syarat hasil produksi organik menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 320/MEN/XII/2011 Tentang Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Pertanian Bidang Pertanian Organik Tanaman (Inspektor Tanaman) Menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia menyatakan pada Bab 1. Pendahuluan, mengenai pengertian pertanian organik adalah suatu sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. 


Kata
 holistik yang dikaitkan dengan sistem manajemen, mengandung makna sistem pengolahan pertanian organik haruslah satu kesatuan yang tidak terputus, tidak terpecah-pecah dengan beberapa unsur manajemen lainnya, dan tidak terdapat sistem lain selain sistem yang telah ada (only one system). Sehingga, jika sistem pertanian yang diterapkan Bill Mason yang menggabungkan pertanian konvesional dan organik pada satu lahan, menurut peraturan di Indonesia hasil produksinya berupa jagung dan kedelai bukanlah  100 % murni pertanian organik.

Karakteristik Pertanian Organik
Mungkin sudah banyak orang-orang yang mengenal pertanian organik, namun belum mengetahui bagaimana karakteristik dari pertanian organik itu sendiri. Pada umumnya, para kaum awam hanya beranggapan pertanian organik harus diidentikkan dengan bebas penggunaan pestisida, pupuk kimia, bebas dari segala bahan yang berbau kimia. Semua identitas pertanian organik tersebut memang benar pada umumnya, namun ada beberapa hal yang menjadi landasan pokok ataupun prinsip yang harus diingat dan dipahami akan ciri sejatinya pertanian organik itu sendiri, diantaranya:
1. Prinsip Kesehatan
Prinsip kesehatan menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) adalah satu prinsip yang sangat berkaitan dengan sistem kehidupan. Memberi makan milyaran penduduk dunia bukanlah hal yang mudah, dan bukan tindakan sembarangan. Aspek kesehatan juga harus diperhatikan, terutama pada kesehatan ekosistem suatu tanaman tumbuh dan berkembang nantinya. Diawali dari sehatnya tanah tempat suatu tanaman tumbuh, maka akan memberikan hasil yang baik. Jika tanah tidak sehat (keracunan logam berat, tanah masam, dll) maka tanah tidak mampu bekerja optimal dan menghasilkan tanaman yang sehat.

2. Prinsip Ekologi
Ekologi seperti yang kita ketahui adalah hubungan timbal balik antara mahluk hidup abiotik dan biotik. Sehingga, ekologi secara otomatis akan berkaitan dengan sistem rantai makanan, ataupun sistem pergantian energi. Pertanian organik tidak hanya memandang sebelah mata akan satu keseimbangan ekologis saja, namun harus melirik ke sistem ekologi lainnya. Misalnya, pada tanaman membutuhkan tanah yang subur, maka ikan-ikan yang hidup disekitar pertanian organik juga membutuhkan air yang bersih, begitu juga dengan hewan ternak lainnya ataupun mikroorganisme yang hidup di area tersebut.

3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan mencirikan bahwa semua makhluk hidup yang terlibat dalam sistem pertanian organik haruslah diberikan hak nya, agar tidak terjadi ketidakadilan. Manusia yang ikut bekerjasama dalam proses pembudidayaan haruslah diperhatikan tanpa memandang ras, agama, dan suku. Begitu juga dengan hewan ternak yang dipelihara disekitar lahan organik, harus diberi perhatian yang cukup, agar timbul kesetaraan hingga tercipta ekologi yang baik dan seimbang.

4. Prinsip Perlindungan
Penggunaan sejumlah teknologi canggih dalam pengembangan hasil komoditi pangan, seperti penggunaan benih rekayasa genetik, haruslah dipertimbangkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Semua hal yang berkaitan dengan kemajuan ataupun teknologi untuk pertanian organik, haruslah diperhatikan sebelum diaplikasikan. 

Hasil Pertanian Organik Lebih Rendah daripada Pertanian Konvensional

Adalah fakta jika pada umumnya petani ataupun pemerhati sistem pertanian organik menyatakan bahwa produksi pertanian organik jauh dibawah hasil produksi sistem konvensional. Hal tersebut memang betul kenyataannya, karena berdasarkan percobaan yang telah saya lakukan dengan menanam sawi organik di lahan seluas 6 meter x 1 meter diperoleh populasi sawi sebanyak 103 tanaman, sedangkan pada lahan konvensional kita akan memperoleh 120 tanaman. Hal ini dipengaruhi salah satunya akibat pemberian jenis pupuk yang berbeda, jika pada lahan organik kita hanya menggunakan pupuk kompos, ataupun pupuk kandang yang keseluruhannya berasal dari alam, namun pada lahan konvensional kita menggunakan pupuk kimia yang memiliki kandungan unsur hara lebih lengkap sehingga menjadikan pertumbuhan tanaman lebih optimal. 



Masalah penerapan sistem pertanian organik masih menjadi suatu polemik bagi seluruh pemerhati hajat pangan seluruh penduduk dunia. Penerapan sistem pertanian konvensional haruslah dihentikan, karena alam sudah tua, alam perlu peremajaan ataupun terapi atas kejahatan fisik yang telah kita lakukan melalui penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Bayangkanlah alam seperti seorang nenek kita yang telah berusia 70 tahun, mungkin jika kita lihat secara visual ia masih memiliki kekuatan, namun sebenarnya sistem tubuhnya sudah tidak mampu lagi, begitu juga dengan alam.

Lantas, apa solusi yang dapat kita lakukan untuk beralih ke sistem pertanian organik secara utuh? Ada satu saran yang saya anggap mampu menggerakkan hati kita untuk mendapatkan lahan organik yang mampu memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri, yaitu dengan Pertanian Subsisten.

Pertanian Subsisten 


Mungkin bagi mahasiswa pertanian seperti saya sudah sering mendengarkan "Pertanian Subsisten" di dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian. Pertanian subsisten secara rinci dapat diartikan sebagai suatu usaha bercocok tanam yang mengolah suatu lahan secara mandiri dan mengkonsumsi hasil pertanian secara individu atau kelompok juga. Di dalam sistem pertanian subsisten, pelaku yang mengolah lahan adalah individu ataupun anggota keluarga, dan hasil pertaniannya tidak diperjual belikan atau dengan kata lain hanya dikonsumsi oleh keluarga itu sendiri. Dengan pertanian subsisten dapat disisipkan dengan sistem organik, para keluarga kecil dapat menanam di pekarangan rumah, ataupun di atap rumah dengan memanfaatkan lahan yang terbatas dengan mengaplikasikan teknologi sederhana seperti sistem vertikultur.

Pertanian subsisten yang disisipkan dengan sistem pertanian organik merupakan jawaban atas permasalahan yang ditimbulkan pertanian konvesional selama ini. Di sejumlah negara maju, telah mulai menanam diatas atap dengan sejumlah teknologi dan penerapan sistem pertanian organik, namun kebanyakan dari mereka masih mengkomersilkan hasil komoditi pertaniannya. Hal tersebut boleh saja dilakukan, namun alangkah baiknya jika untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya diperoleh dari pertanian subsisten tersebut.

Alam telah memberikan pertanda bahwa usianya semakin tua, dan ia perlu diberi tindakan yaitu
 "peremajaan". Kita adalah penghuni bumi. Jika bukan kita, siapa lagi yang akan memperhatikan bumi?

http://mhdhabieb.blogspot.com/


Share
Banner

Rustadi 10

Penyuluh Perikanan Nusantara

Post A Comment:

0 comments: