Permasalahan penurunan stok dan produksi ikan di berbagai kawasan perairan sudah menjadi isu global sejak beberapa dekade terakhir. Secara empiris penurunan stok ikan yang terjadi merupakan fungsi dari pertumbuhan, rekruitmen, mortalitas alami dan penangkapan, serta pengaruh antropogenik lainnya. Menurut FAO (2005), sekitar 3% sumberdaya perikanan dunia berada pada tingkat eksploitasi optimum, 23% pada tingkat eksploitasi moderat, 52% pada tingkat eksploitasi penuh, 16% sudah pada tingkat melampaui batas optimum produksi, 5% pada tingkat penurunan produksi secara terus menerus (status deplesi) dan hanya 1% pada tingkat dalam proses pemulihan melalui program konservasi. Dengan kata lain bahwa sumberdaya perikanan yang masih dapat dimanfaatkan di bawah tingkat optimum hanya sebesar 26%, dan sisanya 74% sudah dimanfaatkan secara berlebihan. Secara regional, jenis ikan-ikan ekonomis penting seperti bigeye tuna (Thunnus obesus) , yellowfin tuna (Thunnus albacores) dan swordfish (Xiphias gladius) sudah berstatus fully exploited , dan mengarah pada over exploited sejak tahun 2005.
Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial dan kepulauan seluas 3,1 juta km2 dan perairan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2. Kawasan perairan laut tersebut diperkirakan menyimpan potensi sumberdaya ikan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Upaya eksploitasi secara berlebihan dan degradasi lingkungan dan habitat ikan di laut telah menyebabkan menurunnya ketersediaan sumberdaya ikan. Berdasarkan Kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (2006), terdapat indikasi over-exploited untuk beberapa kelompok jenis ikan tertentu di beberapa WPP perairan laut di Indonesia (Permen MKP Nomor 01/2009 tentang WPP, perairan laut dibagi menjadi 11 WPP). Selain itu, terdapat kecenderungan beberapa kelompok ikan telah berada pada status fully-exploited yang mengarah ke over-exploited.
Untuk perairan umum daratan dengan luas perairan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan tangkap sekitar 13,85 juta Ha dengan potensi sumberdaya ikan sebesar 3,03 juta ton per tahun, beberapa jenis ikan tertentu ada yang mengalami penurunan produksi bahkan sudah mengalami tekanan eksploitasi penangkapan. Di sisi lain masih banyak jenis ikan perairan umum yang masih belum dimanfaatkan secara optimal artinya masih dibawah pemanfaatan yang berkelanjutan. Fenomenanya hampir sama dengan perairan laut, bahwa penurunan sumberdaya ikan di perairan umum daratan selain eksploitasi yang berlebih juga daya dukung perairan tersebut menurun akibat kerusakan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut diatas, selain aktifitas penangkapan dikelola dengan baik, juga upaya rehabilitasi atau pemulihan kondisi sumberdaya ikan dan lingkungannya di laut maupun perairan umum daratan menjadi sangat penting, untuk mendukung dan menjamin terwujudnya pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan sebagaimana diamanatkan pada Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries/CCRF).
Untuk perairan umum daratan dengan luas perairan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan tangkap sekitar 13,85 juta Ha dengan potensi sumberdaya ikan sebesar 3,03 juta ton per tahun, beberapa jenis ikan tertentu ada yang mengalami penurunan produksi bahkan sudah mengalami tekanan eksploitasi penangkapan. Di sisi lain masih banyak jenis ikan perairan umum yang masih belum dimanfaatkan secara optimal artinya masih dibawah pemanfaatan yang berkelanjutan. Fenomenanya hampir sama dengan perairan laut, bahwa penurunan sumberdaya ikan di perairan umum daratan selain eksploitasi yang berlebih juga daya dukung perairan tersebut menurun akibat kerusakan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut diatas, selain aktifitas penangkapan dikelola dengan baik, juga upaya rehabilitasi atau pemulihan kondisi sumberdaya ikan dan lingkungannya di laut maupun perairan umum daratan menjadi sangat penting, untuk mendukung dan menjamin terwujudnya pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan sebagaimana diamanatkan pada Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries/CCRF).
One Man One Thousand Fries merupakan gerakan yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka kesadaran masyarakat perikanan dalam pengkayan stok ikan (fish stock enhancement) sebagai upaya melestarikan sumberdaya ikan melalui penebaran benih ikan di perairan umum daratan dan laut. Pengkayaaan stok ikan merupakan alat (tools) pengelolaan sumberdaya ikan dan sekarang cenderung lebih banyak dilakukan karena merupakan suatu teknik manipulasi stok untuk meningkatkan populasi ikan sehingga total hasil tangkapan atau hasil tangkapan jenis ikan tertentu meningkat (FAO, 1997; 1999; Welcomme and Bartley, 1998). Upaya ini dilakukan di perairan yang produktifitas alaminya tinggi tetapi rekruitmen alaminya terbatas (Lorenzen et al., 2001). Sebagai contoh keberhasilan pengkayaan stok ikan melalui kegiatan penebaran telah dilakukan oleh beberapa Negara antara lain Jepang, Norwegia, Australia dan Kanada. Keberlanjutan program One Man One Thousand Fries ini tidak semata-mata merupakan tanggung jawab pemerintah melainkan tanggung jawab bersama (masyarakat) untuk itu diperlukan dukungan dan kerjasama yang baik. Agar program One Man One Thousand Fries dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka perlu disusun suatu Pedoman Pelaksanaan sebagai acuan bagi stakeholders terkait.
Post A Comment:
0 comments: